Pengantar :
Konteks perikop
ini adalah saat Simon Petrus dan murid yang lain harus berhadapan dengan
pengajar-pengajar sesat yang mempersoalkan kebenaran ajaran tentang parousia.
Mereka menganggap dan menuduh bahwa pewartaan tentang kuasa dan kedatangan
Tuhan Yesus Kristus sebagai Raja hanya sebagai dongeng isapan jempol manusia.
Bagi mereka, ajaran ini tidak sesuai dengan kenyataan. Mereka memang sudah lama
menunggunya, tetapi tidak pernah terealisasi. Untuk menyikapi keraguan tentang
parousia yang dilancarkan oleh para pengejar sesat, Simon Petrus merasa perlu
untuk menulis dan mengirimkan surat penggembalaan ini kepada jemaat – jemaat,
agar mereka tidak menjadi ragu dalam penantian akan parousia tersebut.
Penjelasan Nas :
Ayat 16 :
Dalam ayat 16
yang mengawali perikop ini, Petrus berusaha untuk membela ajaran yang pernah
disampaikan oleh Kristus, ketika diserang oleh para pengajar palsu. Petrus
meminta jemaatnya untuk mengingat bahwa ajarannya tidak berasal dari dirinya
sendiri, tetapi benar-benar berasal dari Allah. Meski ditulis dan
disampaikannya, namun ajaran-ajarannya tidak menyatakan pemikiran dan
kehendaknya sendiri, tetapi pemikiran dan kehendak Allah. Roh Allah yang
menuntun dan menginspirasinya ketika menulis dan menyampaikan ajaran kepada
jemaat . Kemudian Petrus menyatakan bahwa ajaran Kristus bukanlah sebuah dogeng
isapan jempol yang dibuat-buat oleh manusia seperti yang biasa ditampilkan oleh
para pengajar palsu. Pada waktu mewartakan tentang kuasa dan kedatangan Tuhan
kita, Yesus Kristus sebagai Raja, Petrus bersama dua rasul lainnya – Yakobus
dan Yohanes – menyaksikan kebesaran dan kemuliaan-Nya. Di sini Petrus
menafsirkan peristiwa transfigurasi sebagai ungkapan kehormatan dan kemuliaan
Yesus dan antisipasi kedatangan-Nya kembali dalam keadaan yang mulia pada waktu
parousia. Kehormatan dan kemuliaan itu tidak hanya dinyatakan melalui perubahan
rupa-Nya, tetapi juga melalui suara Allah yang menafsirkan perubahan tersebut.
Ayat 17 – 18 :
Peristiwa transfigurasi
itu tidak diceritakan Petrus secara
terperinci seperti yang dikisahkan oleh injil sinoptik (Mat. 17:1-8; Mrk.
9:2-8; Luk. 9:28-36). Petrus tampaknya tidak ingin menceritakannya secara
mendetail. Penampakan dan gambaran tentang pakaian Yesus tidak dikisahkannya
dalam surat ini, akan tetapi Petrus
nampaknya ingin lebih memusatkan
perhatian pada suara yang datang dari dalam awan. Sumber yang datang dari dalam
awan diidentifikasikan oleh Petrus sebagai suara Allah, sementara dalam injil
sinoptik sumber suara itu tidak diidentifikasikan secara jelas. Suara Allah itu
menyatakan identitas Yesus sebagai Anak Allah. “Inilah Anak-Ku yang Kukasihi,
kepada-Nyalah Aku berkenan” (bdk. Mat. 17:5; Mrk 9:7; Luk. 9:35). Kata-kata
Allah ini serupa dengan suara surgawi pada waktu baptisan Yesus (bdk. Mrk 1:11;
Mat 4:17; Luk 3:22). Suara Allah itu tidak hanya didengar oleh Petrus, tetapi
juga oleh Yakobus dan Yohanes. Petrus, Yakobus, dan Yohanes mendengar suara
Allah yang menyingkapkan identitas Yesus yang berubah rupa ketika bersama-sama
dengan Yesus ada di atas gunung yang kudus. Gunung itu disebut kudus karena apa
yang terjadi di sana, yakni kemuliaan Allah dinyatakan dalam diri Yesus.
Ayat 19 – 21 :
Dalam bagian
perikop yang ketiga ini, Petrus selanjutnya menyatakan bahwa ajarannya
diteguhkan oleh firman yang telah disampaikan oleh para nabi. Melalui
pernyataan ini ia ingin mengungkapkan bahwa ajarannya sungguh-sungguh
didasarkan pada nubuat para nabi.
Petrus dalam hal
ini memberi nasihat kepada jemaatnya untuk memperhatikan nubuat para nabi
seperti memperhatikan “pelita yang bercahaya di tempat yang gelap” (ay. 19a).
Di sini nubuat dipahaminya sebagai pelita yang bercahaya di tempat yang gelap.
Pemahaman ini mungkin didasarkannya pada gagasan pemazmur yang berkata,
“Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku” (Mzm. 119:105).
Nubuat dipahami sebagai terang yang akan memberi petunjuk, fokus, dan harapan
kepada jemaat tentang bagaimana harus hidup di dunia yang gelap ini.
Nasihat untuk
memperhatikan nubuat para nabi diakhiri dengan sebuah peringatan tentang
bagaimana harus menafsirkan nubuat. “Nubuat-nubuat dalam Kitab Suci tidak boleh
ditafsirkan menurut kehendak sendiri, sebab tidak pernah nubuat dihasilkan oleh
kehendak manusia, tetapi oleh dorongan Roh Kudus orang-orang berbicara atas
nama Allah” (ay. 20-21). Nubuat para nabi tidak boleh ditafsirkan semata-mata
berdasarkan perasaan dan keinginan pribadi. Sebab, nubuat tidak pernah dihasilkan
oleh kehendak manusia tetapi dihasilkan dari inspirasi Roh Kudus.
Aplikasi :
- · Kita tidak boleh sembarangan menafsirkan nubuat-nubuat menurut kehendak manusia. Petrus menuliskan hal ini, karena ada guru-guru palsu yang sembarangan menafsir arti nubuat-nubuat perjanjian lama menurut kehendak dan pemahaman mereka yang telah diselewengkan oleh ajaran Gnostik.
- · Pada jaman ini kita sering diperhadapkan dengan pengajaran-pengajaran yang beraneka ragam tentang Kristus dan karya penyelamatan-Nya. Kadangkala kita dibuat bingung, manakah pengajaran yang sesuai dengan kitab suci. Akibatnya, ada anggota gereja yang tergiur dan mengikutinya serta berpindah-pindah gereja. Namun, masih banyak pula yang tetap setia karena mereka tahu pengajaran Alkitab yang sebenarnya.
- · Saat ini, banyak orang Kristen yang merasa ‘tidak cukup’ hanya dengan firman Tuhan. Lalu mereka menambahnya dengan pengalaman-pengalaman iman yang sifatnya supranatural, seperti mujizat-mujizat, pengalaman ke surga dan neraka, berbahasa roh, dst. Tanpa sadar, mereka menyatakan bahwa firman Tuhan saja tidak cukup, harus ada pengalaman-pengalaman rohani yang melengkapinya. Dan, tanpa sadar, meletakkan pengalaman rohani sebagai standar kebenaran, menggeser firman Tuhan. Kenyataan ini sangat menyedihkan. Karena orang-orang seperti itu tidak menyadari kalau mereka sedang dibuai oleh penyesatan-penyesatan model baru, yang bernuansa Kristiani. Padahal, cara seperti ini, yakni dengan menggunakan ayat-ayat firman Tuhan, pernah digunakan oleh Iblis untuk mencobai Tuhan Yesus (Matius 4:6). Karena itu, pemahaman yang benar tentang firman Tuhan sangat penting dan tidak boleh diabaikan, dan harus dilengkapi dengan ketaatan kepada Tuhan (Yakobus 1:22-25). Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar